Tatkala seseorang dalam keadaan sakit, ia perlu kenyamanan. Sebab, saat stres, kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan antigen (benda asing) akan berkurang. Untuk itulah, pasien-pasien terkadang diberikan obat penenang dan sejenisnya. Agar ia nyaman, pikirannya sehat, sebagaimana ungkapan ‘tubuh yang sehat berasal dari pikiran yang sehat’. Upaya agar pikiran yang sehat ditempuh orang-orang dengan berbagai cara. Di kota-kota besar, tak terkecuali Denpasar, orang begitu linglung mencari ketenangan. Bahkan meminta obat tidur agar berjumpa kenyamanan dalam istirahatnya, berusaha supaya sang jiwa tetap waras.


Di sisi lain, dalam masa pandemi COVID-19, kesehatan mental menjadi sangat rentan. Sebab, ruang spasial manusia jadi terbatas dengan kebijakan work from home. Uniknya, masyarakat Hindu di Bali melakukan mitigasi masyarakat lewat kearifan lokal mereka. Misalnya, tak sedikit banjar-banjar yang mendistribusikan air tirtha (air suci) dari pura di desa mereka. Tirtha anti-corona, katanya. Setelah diterima oleh anggota banjar, mereka kemudian segera memercikkan tirtha itu pada setiap sanak saudara serumah. Sebelum tirtha dipercikkan, akan sangat panjang doa-doa yang terucap, terkadang tak putus-putus hingga prosesnya selesai. Memohon pada para dewa agar memberi berkah kesehatan dan terhindar dari virus corona, kemudian merasakan tirtha sebagai media pemberian berkah itu. Maka, dipercikkanlah tirtha; pikiran terasa tenang dan jiwa pun seolah terlahir kembali. Begitulah ajaibnya tirtha yang tanpa disadari membentuk imun tubuh orang Bali.


Segala proses keagamaan orang Hindu di Bali selalu dimulai dan diakhiri dengan tirtha. Menurut esensi dan fungsinya, terdapat dua makna air dalam upacara keagamaan Hindu. Yang pertama adalah air yang difungsikan untuk membersihkan mulut serta tangan dalam persiapan kegiatan upacara dan yang kedua yaitu air yang berfungsi sebagai air suci atau tirtha. Kata “Tirtha” itu sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti sebagai kesucian atau setitik air, air suci, atau bersuci dengan air.

Secara spesifik, tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari kotoran maupun kecemaran pikiran. Pemakaiannya yaitu dengan cara dipercikkan di kepala, diminum, dan diusapkan pada wajah. Hal ini menjadi simbolis pembersihan bayu, sabda, dan idep. Selain sarana itu, biasanya dilengkapi juga dengan bija dan bhasma yang disebut “Gandhaksta”.

Dalam melakukan upacara keagamaan, tirtha terbagi menjadi dua jenis yaitu Tirtha Pembersih dan Tirtha Wangsuhpada. Tirtha Pembersih berfungsi untuk menyucikan upakara (bebanten) yang dipakai sebagai sarana persembahan dan juga dipakai untuk menyucikan diri dari segala kotoran. Biasanya, Tirtha Pembersihan digunakan sebelum inti persembahyangan dimulai. Setelah upakara dan diri sendiri diperciki Tirtha Pembersihan, barulah upacara keagamaan dilanjutkan. Sedangkan, Tirtha Wangsuhpada adalah lambang karunia/wara nugraha Ida Bhatara kepada umat yang memujanya. Biasanya, Tirtha Wangsuhpada digunakan ketika persembahyangan sudah selesai. Jadi, dapat dikatakan bahwa fungsi tirtha dalam upacara keagamaan Hindu adalah sebagai pembuka dan penutup kegiatan persembahyangan.


Menurut manfaatnya, tirtha dapat dibagi menjadi 3. Yaitu untuk menyucikan tempat, bangunan, alat upacara, dan manusia; untuk upacara dan persembahyangan yang biasanya dimohonkan pada tempat pelinggih utama di pura (tempat suci); serta digunakan untuk upacara kematian. Sedangkan dari fungsinya, tirtha dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu Tirtha Pembersihan, Tirtha Pengelukatan, Tirtha Wangsuhpada, Tirtha Panembak, Tirtha Pamanah, dan Tirtha Pangentas.

Untuk memperoleh tirtha yang nantinya dapat digunakan untuk membersihkan diri dari kecemaran sehari-hari, dapat diperoleh dengan cara mendatangi tempat-tempat mata air suci. Seperti di sungai maupun di pura yang terdapat mata airnya. Hal ini penting dilakukan untuk mendapat ketenangan hidup lahir dan batin. Manfaat lainnya yaitu agar tidak terlalu memiliki sifat berambisi untuk mendapatkan harta maupun kekuasaan. Walaupun hal itu perlu dan mungkin telah menjadi suatu keinginan, namun sebaiknya diberikan kesadaran dengan jiwa rohani yang tenang dan kesegaran jasmani yang merupakan kepastian pijakan di masa depan.

Sesungguhnya, tirtha adalah benda materi yang sakral, yang mampu menumbuhkan suatu perasaan serta pikiran yang suci. Jadi, tirtha bukanlah air biasa semata. Oleh karena itu, untuk membuktikan kesucian sepercik tirtha haruslah berlandaskan pada kepercayaan. Begitulah orang Bali menggunakan tirtha selama ini. Tirtha selalu diyakini untuk menjernihkan pikiran dan jiwa. Kini, tirtha pula menjadi sarana ritual untuk menjaga kewarasan sesama di tengah pandemi. Keberadaannya membius jiwa orang Hindu di Bali untuk senantiasa tenang, terhindar dari stres, dan begitulah mereka bertahan di tengah pandemi.

Refrensi :

Moedjiono. Atika Walujani. 2020. Stres Melemahkan Kekebala Tubuh. Terdapat pada : https://bebas.kompas.id/baca/opini/2020/04/12/stres-melemahkan-kekebalan-tubuh/. Diakses pada 25 April 2020.

Penulis : Maria Alessandra

Foto : Bagus Perana

Penyunting : Nanik Dwiantari