Modal sosial yang dimiliki masyarakat Indonesia kini sungguh nampak nyata. Pandemi COVID-19 mendorong gotong-royong dalam membantu pemenuhan kebutuhan sesama. Tak terhitung yang sudah bergerak untuk berderma, mulai dari lembaga, kelompok, maupun perorangan. Termasuk yang dilakukan beberapa mahasiswa di Bali, mereka menggagas gerakan Bantu Jaga Rakyat.
Sore itu (13/4), sekitar pukul lima sore, Kasminem hanya duduk termangu di warung makan miliknya yang terletak di Denpasar. Ia duduk membelakangi jalan seraya menonton televisi. Biasanya, pada sore hari seperti ini, warung makannya dipenuhi pekerja. Mereka bertandang ke warung milik Kasminem untuk menuntaskan perut yang sudah keroncongan. “Kondisinya jadi parah, separuh pelanggan saya hilang,” ungkapnya sambil tersenyum kecut. Kondisi yang ia alami merujuk pada adanya pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Bali. Warung makannya menawarkan menu nasi campur, soto, hingga lalapan. Kini varian menu itu menyusut seiring dengan berkurangnya jumlah pembeli.
“Pelanggan saya kan biasanya pekerja itu sudah gaada, pekerjaannya hilang jadi banyak yang pulang kampung,” lanjutnya. Tidak hanya perihal pelanggan, bahan pokok masakan pun diakuinya mengkhawatirkan. “Kalau cabai naik harganya, kalau daging ayam justru jauh turun, biasanya 30 sampai 35 ribu, sekarang bisa sampai 20 dan 25 ribu,” ujar Kasminem, ia pun terkekeh sendiri.
Apa yang dialami oleh Kasminem, menjadi ikhwal terbentuknya gerakan solidaritas yang digagas oleh beberapa mahasiswa di Bali. “Berawal dari keresahan menghadapi pandemi COVID-19 yang mengganggu hampir seluruh aspek kehidupan sehari hari. Saya bersama beberapa kawan-kawan coba menginisiasi membuat sebuah gerakan untuk membantu mengurangi masalah yang ditimbulkan dari COVID-19 tersebut,” papar Javents Lumbantobing, salah satu mahasiswa Universitas Udayana saat diwawancara melalui via Whatsapp (9/4).
Sosialisasi – relawan Bantu Jaga Rakyat memberi sosialisasi terkait COVID-19
Selain sebagai bentuk solidaritas, gerakan Bantu Jaga Rakyat juga mengandung kritik. “Salah satu yang menjadi masalah di Bali terkait munculnya virus corona adalah keterbukaan informasi maupun kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Hal ini juga yang menjadi salah satu fokus kami,” papar Javents. Dalam penjelasannya, permasalahan keterbukaan informasi itu ialah ditemukannya beberapa kejanggalan terkait transparansi informasi, mulai dari jumlah yang positif, yang meninggal, maupun ODP (Orang Dalam Pemantauan -red). Ia mencontohkan, data korban beberapa kali muncul dalam pemberitaan media, namun data yang dikeluarkan pemerintah tak kunjung berubah. “Untuk itu pula pembagian logistik donasi yang kami lakukan juga disertai dengan sosialisasi terkait apa itu COVID-19, gejala, maupun pencegahan,” sambungnya.Inisiatif itupun segera dieksekusi. Javents bersama beberapa kawannya sepakat, gerakan solidaritas ini bergerak dimulai dari mengumpulkan donasi untuk keperluan pembelian masker, penyanitasi tangan, sabun cuci tangan, dan lain sebagainya. Gerakan ini kemudian dinamakan Bantu Jaga Rakyat. Rakyat yang disasar ialah para pekerja informal dan pekerja serupa yang ekonominya rentan.
Sejak pamflet-pamflet pengumuman gerakan solidaritas ini terus menyebar, ternyata menarik banyak orang untuk berderma. Penggalangan donasi yang terhimpun bahkan mencapai Rp 7.270.000 per 9 April 2020. Perihal respon internal mahasiswa Universitas Udayana, Javents akui tergolong baik. “Bahkan awalnya sebelum kami menyebarkan pamflet lewat sosial media, sudah banyak kawan-kawan dari Fakultas MIPA yang bersedia ikut membantu terkait pembuatan hand sanitizer. Meskipun akhirnya rencana ini terpaksa dibatalkan dikarenakan sulitnya mencari bahan baku pembuatannya,” ungkapnya.
Pembagian – relawan Bantu Jaga Rakyat memberi bantuan logistik pada pekerja
Tidak itu, banyak pula yang bersedia menyumbangkan tenaga. “Yang tergabung (relawan -red) lebih dari 100 orang. Mulai dari mahasiswa dan juga masyarakat umum. Mayoritas yang tergabung memang dari mahasiswa udayana,” tambah Javents. Setelah terhimpun, bala bantuan pun siap dibagikan. Pembagian akhirnya menyeluruh pada kabupaten/kota yang ada di Bali karena banyaknya relawan yang tergabung. Lebih lanjut, Javents menjelaskan, para relawan pun sudah dilengkapi dengan pemahaman SOP terkait teknis di lapangan, sehingga mencegah penularan maupun menularkan virus corona.
Nana Satrya, salah satu mahasiswa Universitas Udayana yang turut bergabung menjadi relawan. Ia yang kebetulan sedang berada di Kabupaten Buleleng, turut membantu penyebaran bantuan pada tiga titik wilayah, yakni Pasar Seririt, Pasar Banyuasri, dan Pasar Buleleng. Ketika disinggung mengapa bergabung, “Jujur saja, sebagai mahasiswa hingga saat ini saya merasa belum banyak hal yang dapat saya berikan kepada masyarakat,” ucap Nana saat diwawancara via Line (9/4). Rasa gulananya itu mengingatkan Nana pada Tri Dharma Perguruan Tinggi, pemenuhan kewajibannya untuk mengabdi pada masyarakat.
Ia mengaku masyarakat sasaran sangat antusias. “Namun yang jadi ironi masih banyak masyarakat yg belum mengetahui pencegahan corona secara maksimal, dibuktikan dengan minimnya penggunaan masker,” ungkapnya. Fakta yang ia temukan itu justru menambah giat sosialisasi pencegahan virus corona. “Tidak ada kesulitan sama sekali untungnya, astungkara aksi kemarin berjalan dengan lancar dan sukses!” seru Nana.
Terakhir, Javents berharap. “Haparan kami yang pertama sebenarnya sudah tercapai, setelah gerakan ini, muncul gerakan serupa. Kedua, kami sangat berharap pemerintah Bali juga bisa mengambil langkah-langkah kongkret untuk menjaga masyarakat Bali dari COVID-19. Pendekatan ilmiah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Jangan sampai demi mempertahankan laju ekonomi di Bali, pemerintah malah mengorbankan masyarakatnya.” Tutupnya.
Penulis: Galuh Sriwedari
Penyunting: Yuko Utami
Foto: dokumentasi Bantu Jaga Rakyat