“Benalu, Tanaman Parasit sebagai Alternatif Agen Antikanker”
Pola hidup yang tidak seimbang menyebabkan tingginya angka pertumbuhan kanker di dunia. Kanker adalah penyakit yang 90-95% kasusnya disebabkan faktor lingkungan dan 5-10% karena faktor genetik. Faktor lingkungan yang biasanya mengarahkan kepada kematian akibat kanker adalah tembakau (25-30%), diet dan obesitas (30-35 %), infeksi (15-20%), radiasi, stres, kurangnya aktivitas fisik, polutan lingkungan. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1.79 per 1000 penduduk, naik dari tahun 2013 sebanyak 1.4 per 1000 penduduk.
Metode terapi kanker yang biasanya dilakukan, yaitu radiasi dan kemoterapi. Namun penanganan dengan metode tersebut belum menghasilkan outcome yang diinginkan. Peningkatan angka kejadian kanker yang pesat dan belum adanya terapi yang dianggap tepat untuk mengatasinya memicu masyarakat pada umumnya dan peneliti pada khususnya untuk mengeksplorasi bahan-bahan alam yang dianggap potensial sebagai alternatif agen antikanker. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi mahalnya terapi dan besarnya efek samping yang ditimbulkan oleh terapi kanker adalah penggunaan bahan alam sebagai alternatif agen antikanker. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan adalah benalu. Siapa sangka tanaman parasit yang dianggap merugikan ini ternyata dapat digunakan sebagai kemopreventif.
Perkembangan penelitian mengenai hal tersebut sudah semakin pesat. Mulai dari penelitian yang menyatakan bahwa isolat flavonoid dari benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) dapat menghambat pertumbuhan larva udang Artemia salina Leach., suatu metode skrining awal agen antikanker, dimana isolat flavonoid tersebut dengan dosis 2,44 mg/0,2 ml mampu menghambat pertumbuhan kanker pada mencit yang diinduksi dengan benzo(a)piren pada daerah interskapuler (p<0,05). Hingga belakangan ini terdapat penelitian mahasiswa program studi kimia UIN Sunan Kalijaga, Nur Multiawati, yang membuktikan bahwa benalu kelor dapat digunakan sebagai agen antikanker, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sitotoksisitas dari ekstrak metanol daun benalu kelor terhadap cell line kanker payudara T47D. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu maserasi dengan pelarut metanol sedangkan uji sitotoksisitas terhadap cell line kanker payudara T47D yaitu dengan metode MTT. Hasilnya ditemukan senyawa alkaloid yang memiliki aktivitas antikanker.
Dilansir dari jurnal Ilmu-Ilmu Teknik (Engineering) Vol. 13 Tahun 2001, mengenai Komposisi bahan Bioaktif Benalu, kandungan kimia utama dalam benalu antara lain flavonoid, tanin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin dimana senyawa aktif tersebut sebagian besar dari golongan flavonoid antara lain mistellektin, viskotoksin, dan kuersetin.
Senyawa yang terkandung dalam benalu dan kemungkinan beraktivitas antikanker adalah flavonoid, tanin dan asam amino. Kuersetin merupakan senyawa flavonoid utama yang terkandung dalam benalu tersebut.
Molekul flavanol merupakan salah satu jenis flavonoid yang aktif sebagai antioksidan. Sifat antioksidan dari senyawa kuersetin mampu menginhibisi proses karsinogenesis. Kuersetin juga dapat diarahkan sebagai agen kokemoterapi, yaitu sebagai agen pendamping kemoterapi konvensional, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap kemoterapi sekaligus menurunkan resistensi dan efek sampingnya.
Tanaman benalu yang tadinya hanya dikenal sebagai tanaman pengganggu atau parasite pada tanaman lain setelah diketahui kandungannya akan senyawa antikanker, maka perlu diinformasikan kepada masyarakat umum tentang khasiat tersebut. Dengan dikembangkannya benalu sebagai agen kemopreventif diharapkan dapat meringankan beban penderita kanker dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, penggunaan tanaman benalu sebagai agen antikanker yang menjanjikan masih membutuhkan eksplorasi lebih lanjut, baik dari sisi budidaya maupun formulasi.
Semoga informasi diatas dapat bermanfaat ya 😊
Sumber terkait :
Anonim. 1996. Laporan Pengkajian Tahun Anggaran 1996 / 1997, Kapsulisasi Ekstrak Daun Benalu di Daerah Istemewa Yogyakarta, sentra P3T Propinsi D.I. Yogyakarta.
http://digilib.uin-suka.ac.id/7299/1/BAB%20I%2C%20V%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf diakses pada tanggal 18 januari 2020
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kanker diakses pada tanggal 17 januari 2020
https://www.academia.edu/3661889/PEMANFAATAN_BENALU_SEBAGAI_AGEN_ANTIKANKER diakses pada tanggal 18 januari 2020
https://www.google.co.id/amp/s/amp.beritasatu.com/kesehatan/535688/prevalensi-kanker-diindonesia-meningkat diakses pada tanggal 17 januari 2020
Kirana C, Mastuti R, Widodo MA, Sumitro SB, dan Indriyani S. Komposisi Bahan Bioaktif Benalu. Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik (Engineering). 2001;13:193-203.
Nararto. 1996. Uji praskrining isolat flavonoid dari herba benalu mangga (Dendropthae petandra). Skripsi Farmasi Universitas Airlangga. Surabaya.
Partt, D.E. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC.
Sukardiman. 1999. Efek Antikanker Isolat Flavonoid dari Herba Benalu Mangga (Dendrophtoe petandra ), skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. Surabaya
#ProudtobeSilver
#MIPAJAYA
#KabinetGardaRekonsiliasi
#MIPAPEDIA
“Menjadikan BEM FMIPA UNUD sebagai poros lembaga mahasiswa yang aktif, loyal dan simpatik”