Gambar 1. Mulut Gua Tanah Wuk    Gambar 2. CA bersama instruktur dan pendamping instruktur berfoto bersama di mulut Gua Tanah Wuk                        

    Pada tanggal 3 Februari 2019, saya bersama dua orang teman saya merupakan Calon Anggota (CA) Mahasiswa Pecinta Alam “Wanaprastha Dharma” Universitas Udayana (Mapala “WD” Unud) melaksanakan kegiatan mini tryout pemetaan gua horizontal di Gua Tanah Wuk, Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Praktik pemetaan gua tersebut merupakan praktik kedua dari kegiatan mini tryout yang kami jalani. Penyusuran gua ini merupakan pengalaman pertama bagi saya. Gua yang identik dengan lorong gelap, lembab, sepi, sunyi, sempit dan menakutkan, tidak menyurutkan semangat saya untuk melakukan praktik pemetaan di Gua Tanah Wuk, Sangeh. Sebelum memulai praktik pemetaan gua, kami berkumpul terlebih dahulu di Sekretariat Mapala “WD” Unud dan melakukan doa bersama sembari menunggu instruktur tiba. Setelah melakukan doa bersama, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan ceklist peralatan yang akan digunakan dalam pemetaan nantinya.

    Pukul 08.00 WITA, kami bersama instruktur, pendamping instruktur beserta dua orang anggota Mapala “WD” Unud melakukan perjalanan bersama – sama menuju Gua Tanah Wuk, Sangeh. Perjalanan dari Denpasar menuju Gua Tanah Wuk, Sangeh membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan. Lokasi Gua Tanah Wuk sendiri berada dekat dengan objek wisata Sangeh Bali Monkey Forest. Gua Tanah Wuk dikelola oleh Bali International Outdoor (BIO). Sesampainya di Gua Tanah Wuk, terjadi sedikit ketegangan diantara kami akibat kurangnya koordinasi kepada pimpinan BIO. Aveliano dan Agus kemudian meminta ijin kembali kepada kantor BIO dan pada akhirnya diberikan ijin untuk melaksanakan praktik pemetaan gua di Gua Tanah Wuk, Sangeh. Setelah mendapatkan ijin, saya bersama Agus kemudian berjalan menuju padmasana yang berada di sebelah Timur untuk melakukan doa sebelum kegiatan praktik. Usai melaksanakan doa, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan pemanasan yang dipimpin bersama – sama sebelum menuruni anak tangga menuju ke mulut gua.
    Pemanasan pun telah berakhir, kami kemudian bergegas mengambil peralatan dan berjalan menuruni anak tangga menuju ke mulut gua. Perjalanan menuruni tangga menuju mulut gua kira– kira sekitar 15 menit perjalanan. Menuruni anak tangga menuju ke mulut gua dilakukan dengan sangat hati – hati, hal ini disebabkan oleh tangga yang berlumut, licin dan dipenuhi oleh semak – semak berduri yang bisa melukai kulit. Selama perjalanan menuruni tangga, kami sudah bisa melihat mulut gua samar – samar yang ditutupi oleh pohon beringin besar didepannya.
    Sesampainya di mulut gua, kami bergegas mengeluarkan ponco yang berfungsi untuk meletakkan peralatan yang akan digunakan dalam pemetaan agar tidak tercecer ditanah. Usai menyiapkan peralatan, kami lalu mengganti baju dengan menggunakan coverall serta memakai peralatan pendukung lainnya seperti helm dan headlamp. Setelah semuanya siap, kami melakukan briefing bersama instruktur dan mengambil beberapa dokumentasi di depan mulut gua sebelummelaksanakan praktik.

Gambar 3. Pemetaan Gua Tanah Wuk dengan Teknik Top to Bottom

    Usai briefing, kami memulai kegiatan praktik pemetaan dengan menggunakan sistem top to bottom yaitu sistem pengukuran gua yang dimulai dari mulut gua sampai dengan ujung gua. Kami juga melakukan pembagian tugas yang terdiri dari Ni Kadek Ari Marlina (CA-1837015) yaitu saya sendiri sebagai shooter yaitu sebagai pembidik, Aveliano Tandrianto (CA-1837017) sebagai stationer yaitu sebagai objek bidik dan I Ketut Agus Wahyu Wiradharma (CA1837011) sebagai descriptor yaitu sebagai pencatat. Penugasan tersebut akan dilakukan bergantian setiap 10 stasiun sekali.
    Pemetaan stasiun 0 dimulai dari luar mulut gua karena jika langsung dimulai dari mulut gua, hal tersebut akan mempengaruhi peta yang akan dihasilkan nantinya. Dari luar mulut gua terdengar suara aliran air yang berasal dari dalam gua. Sampai pada statiun 2 ke statiun 3, mulai terdengar dan terlihat aktifitas langsung dari kelelawar yang berada di dalam gua tersebut. Di stasiun berikutnya, kami lalu bertemu dengan chamber yaitu ruangan yang berada di dalam gua yang ukurannya lebih besar dari lorong. Medan chamber yang harus kami lewati yaitu berlumpur dan tergenang oleh air. Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan pemetaan chamber dengan teknik poligon tertutup yaitu dengan cara mengukur setiap sisi chamber dari statiun 1A ke statiun 1B dan seterusnya sampai akhirnya kembali pada statiun 1A. Teknik tersebut kami rasa lebih aman dan lebih memungkinkan karena untuk mencegah titik statiun berubah dan mencegah terjadinya miss communication antara kami akibat derasnya suara aliran air dan kelelawar yang beterbangan.
 
 Gambar 4. Lorong Gua Menuju Chamber

    Ketika mengukur chamber, kami mendapat beberapa kesulitan seperti medan yang berbatu dan tidak rata, kaki yang tersangkut di dalam batu, dan keadaan gua yang baru saja sempat mengalami longsor, lembab dan licin mengharuskan kami untuk berhati – hati agar tercegah dari bahaya yang dapat mengancam nyawa kami. Setelah mengukur chamber, penelusur dilanjutkan dengan memasuki lorong Gua Tanah Wuk lebih dalam. Kami pun kembali mendapatkan kesulitan karena medan yang kami lalui adalah lumpur sehingga menyebabkan kaki kami sedikit susah untuk berjalan. Selain itu, lorong gua yang semulanya lebar dan luas kemudian mulai menyempit ke arah aliran air mengalir, sehingga mengharuskan kami untuk merangkak bahkan merayap agar sampai pada ujung gua. Bukan hal yang mudah, merayap di lorong sempit dengan aliran air yang menimpa wajah kami, tidak menyurutkan semangat kami untuk melakukan pemetaan sampai pada ujung gua.
    Akhirnya sekitar 10 menit, kami sampai pada tujuan yaitu ujung Gua Tanah Wuk. Lorong gua yang semulanya sempit kemudian mulai melebar dan terlihat lebatnya pepohonan mengelilingan ujung gua tersebut. Pada ujung gua juga terdapat aliran air yang mengalir menuju ke dalam gua. Kami kemudian mengambil beberapa dokumentasi saat berada diujung gua dan beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan kegiatan ke dalam gua.

Gambar 5. Ujung Gua Tanah Wuk
 
    Kami kemudian kembali merayap memasuki lorong untuk menuju ke dalam gua. Sesampainya di dalam gua, salah satu kaki saya terhisap ke dalam lumpur dan tidak dapat keluar. Akhirnya Aveliano membantu untuk mengeluarkan kaki saya dari lumpur dan akhirnya berhasil. Kami lalu melanjutkan kegiatan kami dengan mengambil beberapa dokumentasi terkait flora dan fauna yang ada di dalam gua. Kami menemukan jamur, laba – laba, kecebong, katak, dan kelelawar. Selain mengambil dokumentasi terkait flora dan fauna, kami juga tidak lupa akan status kami sebagai seorang mahasiswa pecinta alam yaitu dengan tetap menjaga kebersihan tempat yang kami kunjungi. Kami pun memunguti sampah yang terbawa aliran air menuju ke dalam gua.
Waktu akhirnya menunjukkan pukul 12.00 WITA, kami kemudian bergegas merapikan peralatan dan berjalan menuju tangga meninggalkan gua. Sesampainya di atas, mereka kemudian mengganti pakaian basah dengan pakaian baru untuk menjaga tubuh kami tetap hangat. Seusai berganti pakaian, kami melanjutkan kegiatan dengan melakukan pendinginan yang dipimpin bersama – sama dan dilanjutkan dengan makan siang bersama. Sekitar pukul 13.30 WITA, kami bersama instruktur, pendamping instruktur dan dua orang anggota Mapala “WD” Unud bersama – sama melakukan perjalanan menuju Sekretariat Mapala “WD” Unud.
Sampai di Sekretariat Mapala “WD” Unud sekitar pukul 14.00 WITA, kami melakukan evaluasi kegiatan bersama instruktur. Seusai melakukan evaluasi, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan pengecekan ulang peralatan serta pembersihan alat – alat yang digunakan. Seusai melakukan pembersihan peralatan, kami kemudian kembali ke rumah masing – masing untuk melakukan pengolahan data pemetaan Gua Tanah Wuk tadi.
    Hari ini merupakan pengalaman pertama saya yang paling menakjubkan. Mendaki gunung dan memanjat tebing mungkin kedengarannya sudah tidak asing lagi, tapi bagaimana dengan menyusuri gua? Menyusuri setiap celah – celah kecil dan mendapatkan hal – hal menakjubkan yang tidak mungkin bisa saya temui di puncak gunung atau di atas tebing. Di dalam gua, saya bisa merasakan betapa indahnya semesta menciptakan perbedaan yang saling melengkapi satu sama lain. Seperti halnya gua yang identik dengan tempat yang gelap, lembab, sunyi dan pengab namun, justru hal tersebut yang membuat saya merasakan ketenangan dan kedamaian dari keindahan alam yang sangat alami. Kisah petualangan hari ini merupakan awal dari kisah petualangan-petualangan saya selanjutnya. Petualangan menanyakan kebesaran Tuhan yang selalu Ia jaga demi kelangsungan hidup mahluk ciptaan-Nya.

Penulis : Ni Kadek Ari Marlina WD-1937750