Minggu, 27 Januari 2019 FPMHD-Unud melaksanakan Dharma Yatra dengan “Dharma Yatra Pinaka Sarana Yadnya Bhakti Jagadhita” sebagai tema. Pura Dalem Pingit yang terletak di Desa Pakraman Taro menjadi persinggahan pertama rombongan. “Hal-hal unik ditemui dalam pelaksanaan upacara di Pura Dalem Pingit Desa Pakraman Taro Kaja yaitu tidak diperkenankan untuk memakai Panca Gita seperti suara kukul, genta, gambelan, suara kidung dan tari-tarian. Tradisi ini tetap dilestarikan karena dipandang relevan dengan teori religi, dimana keheningan dalam pelaksanaan Ngusabha Dalem Pingit dipandang mampu menciptakan suasana psikologis tertentu hingga terwujud pelaksanaan religi secara sakral” tutur pemateri sejarah pura. Pemberhentian kedua rombongan adalah Pura Gunung Raung, pura yang dalam sejarah erat kaitannya dengan kedatangan Rsi Markandya ke Bali. Bergerak ke utara menuju perbatasan Gianyar dan Kintamani, terdapat Pura Puncak Sabang Daat yang areal puranya sama sekali tidak terdapat pelinggih satupun. Utama ning mandalanyapun hanya memiliki asahan tanpa pelinggih. “Sakral”, begitu yang dirasakan rombongan memasuki pura yang menjadi destinasi ketiga Dharma Yatra ini.
Menelusuri pelataran yang banyak terdapat peninggalan jaman Megalitikum, rombongan harus meniti beberapa anak tangga yang curam untuk sampai di Pura Puncak Penulisan. Pura yang menjadi tujuan keempat rombongan ini merupakan pemujaan Dewa Siwa yang dibangun oleh warga Bali asli atau lebih sering dikenal dengan Bali Aga menurut sejarahnya. Gebog domas dan bebanuan menjadi ciri khas pura yang mejadi destinasi kelima rombongan. Bersatunya banjar di wilayah Bangli untuk menanggungjawabi Pura Kehen menjadi simbol semangat kebersamaan dan kerukunan dalam gebog domas. “Pada zaman kerajaan, seiring dengan peran bebanuan, pihak kerajaan secara khusus memberi dukungan moral dan material setiap penyelenggaraan upacara di Pura Kehen. Pasca zaman kerajaan, pengayoman kemudian diberikan pihak Pemerintah Kabupaten Bangli” jelas Jero Gede Kehen dan penglingsir Puri Agung Anak Agung Gede Bagus Ardhana.
Sebuah pura besar yang berada di tepian pantai utara Desa Medahan-Keramas, Blahbatuh, Gianyar menjadi pura terakhir dalam rute Dharma Yatra 2019. Pura Masceti ini berstatus sebagai Pura Swagina atau profesi. Sebagai pura swagina, Pura Masceti bertalian erat dengan fungsi pura sebagai tempat untuk memohon keselamatan lahan pertanian. “Setelah saya mengikuti Dharma Yatra ini, saya menjadi lebih tau tentang pura-pura yang terdapat di Bali beserta sejarahnya. Semoga iktikad baik diikuti dengan berkah bagi saya untuk mengarungi semester empat nantinya dan harapan saya kedepan agar acara seperti ini tetap diadakan setiap tahunnya sehingga kita sebagai umat hindu Bali tidak melupakan jati diri kita sendiri” ungkap Made Prama Yudistira salah seorang peserta Dharma Yatra 2019.