Try out divisi caving merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta Pelatihan Tingkat Lanjut (PTL) Divisi Caving Mapala “Wanaprastha Dharma” Universitas Udayana. Kegiatan ini telah dilaksanakan pada tanggal 27 Juni – 2 Juli 2018 berlokasi di Gua Penihi, Kawasan Karst Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Kawasan karst di Indonesia mencakup luas sekitar 15,4 juta hektar dan tersebar hampir di seluruh Indonesia (Yoga Candra, 2011). Keberadaan kawasan ini menunjukkan bahwa pulau-pulau di Indonesia banyak yang pernah menjadi dasar laut, namun kemudian terangkat dan mengalami pengerasan. Wilayah karst biasanya berbukit-bukit dengan banyak gua. Sebagian besar kawasan karst di Indonesia tersusun oleh batuan karbonat, dan hampir tidak ada yang tersusun oleh batuan lain seperti gipsum, batugaram, maupun batuan evaporit. Hampir di setiap pulau di Indonesia memiliki batuan karbonat, tapi tidak semuanya terkartsifikasi menjadi kawasan karst. Karst di Indonesia tersebar di sebagian besar pulau-pulau di Indonesia, namun demikian tidak semuanya berkembang dengan baik. Penggunaan lahan Karst Kota Bima lebih didominasi oleh pertanian, permukiman, dan pertambangan. Pada umumnya penggunaan lahan pada kawasan ini hampir sama dengan kawasan karst yang lainnya. Beberapa komoditi pertanian diusahakan seperti umbi-umbian, sayur-sayuran, kacang-kacangan, mangga, dan tanaman lainnya.
Kawasan Karst Kota Bima memiliki keunikan ekosistem dan mengandung sumberdaya alam hayati dan nonhayati yang potensial untuk mendukung kehidupan manusia. Bagi penduduk setempat kawasan Karst Kota Bima menjadi tempat bermukim, tempat mencari nafkah secara turun menurun. Kegiatan ekonomi yang dilakukan secara turun menurun oleh penghuni kawasan Karst Kota Bima antara lain: pertanian, peternakan, kehutanan, memanen sarang burung walet, pemanfaatan untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari. PTL Try Out Divisi Caving merupakan kegiatan yang diadakan peserta PTL Divisi Caving dalam mempertanggungjawabkan proses latihan dan pembelajaran. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2018 berlokasi di Gua Penihi, Kawasan Karst Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Kronologi Perjalanan
Gambar 1. Perjalanan tim menuju lokasi gua
Perjalanan menuju Gua Penihi dimulai pada hari Senin, 2 Juli 2018 dengan tim yang terdiri dari Moulina Yuliana (WD-1634722) selaku peserta PTL divisi caving, Surya Dharma Sinulingga (WD-1130648) selaku instruktur, Ahmad Fajar Al Banna (WD-1735735) dan Donalis Napang (WD-1836745) selaku tim pendamping, Hartoyo (ML.336/XVI/12.AHP) dan Abdul Haris (ML.381/XX/16.AHG) selaku tim support dari Mapala “Londa” STKIP.
Pukul 06.30 WITA peserta mulai bersiap-siap untuk pindah lokasi camp karena lokasi gua selanjutnya yaitu Gua Penihi cukup jauh dari lokasi camp peserta berada, peserta juga membersikan area camp yang yang sudah ditempati selama dua malam. Pada pukul 08.00 WITA peserta mulai berjalan kaki menuju jalanan desa yang kemudian diantar dengan mobil menuju Gua Penihi.
Setibanya peserta di lokasi camp kedua, peserta langsung mencari tempat camp untuk mendirikan tenda dan menyimpan perlengkapan, kemudian peserta memasak sebelum memulai menelusuri gua. Pada pukul 13.00 WITA peserta berjalan ke mulut Gua Penihi dan sebagian tim tetap di camp untuk menjaga perlengkapan yaitu Abdul Haris (ML.381/XX/16.AHG). Dikarenakan lokasi Gua Penihi terdapat di atas bukit, maka perjalanan menuju mulut Gua Penihi ini mengharuskan peserta mendaki bukit selama 15 menit. Gua Penihi ini diduga sebagai gua hunian di zaman purbakala, maka dari itu penelusuran kali ini peserta akan mencari peninggalan-peninggalan atau artefak yang dapat dijadikan bukti untuk menyatakan bahwa Gua Penihi adalah benar gua hunian pada zaman purbakala.
Sesampainya di mulut gua, peserta tidak perlu memasang anchor karena bentuk mulut Gua Pehini merupakan gua horizontal yang berpotensi sebagai gua hunian, peserta kemudian mencari bukti-bukti peninggalan yang dapat menjadi bahan pendukung dari dugaan gua hunian. Kurang lebih dua jam peserta mengeksplor gua untuk mencari peninggalan, ternyata peserta menemukan lubang vertikal yang harus menggunakan alat SRT untuk menuruninya.
Gambar 2. Tim menelusuri lubang vertikal yang ditemukan
Setelah dirasa cukup, pencarian peninggalan dihentikan dan dilanjutkan dengan memasang anchor untuk membuat lintasan ke dalam lubang vertikal. Kemudian peserta menelusuri lubang vertikal tersebut dan hasilnya hanya terdapat dua chamber (ruangan luas). Pada chamber yang pertama terdapat tumpukan guano (kotoran kelelawar) dan pada dinding chamber terdapat titik hitam yang diperkirakan bekas kelelawar bergantungan, terdapat lubang sempit yang hanya bisa dilalui oleh satu orang dengan cara merayap dan lubang tersebut adalah jalan menuju chamber yang kedua. Pada chamber yang kedua hanya ditelusuri oleh Surya Dharma Sinulingga (WD-1130648) dan Ahmad Fajar Al Banna (WD-1735735), chamber kedua hanya berupa ruangan kosong yang tidak terdapat ornamen ataupun tumpukan guano seperti chamber yang pertama. Setelah menelusuri Gua Penihi hingga ujung, peserta memutuskan untuk mendokumentasikan gua pada chamber yang kedua, lalu peserta kembali keluar gua. Kemudian pukul 17.00 WITA peserta kembali ke camp untuk beristirahat.
Gambar 3. Suasana di chamber pertama
Hasil Analisis Fisik Gua Penihi
Gambar 4. Peserta berfoto dibagian gua yang mengharuskan peserta masuk dengan cara merangkak
Gambar 5. Temuan tengkorak yang diduga sebagai tengkorak kelelawar
Gua Penihi yang berlokasi di Kelurahan Oi’foo, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat diduga sebagai gua hunian pada jaman purbakala. Gua ini terletak di atas bukit, untuk mencapai mulut gua ini dilalui dengan mendaki bukit selama 15 menit. Peserta pada tanggal 2 Juli 2018 menelusuri gua tersebut untuk dianalisis kepurbakalaannya, peserta melakukan eksplorasi di sekitar gua untuk melihat sumber air dan eksplorasi di beberapa sudut gua ini untuk mencari artefak atau peninggalan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan bahwa Gua Penihi adalah gua hunian pada jaman purba.
Adapun ciri-ciri gua hunian adalah lantai gua yang landai (horizontal), dekat dari sumber air dan sumberdaya alam untuk dikonsumsi, cangkupan cahaya matahari yang masuk pada mulut gua. Gua Penihi sendiri memiliki zona horizontal dan vertikal, pada ruangan gua yang memiliki lebar kurang lebih 15 meter dan tinggi empat meter ini dapat sinar matahari yang cukup banyak. Gua Penihi juga dekat dengan sumber air, lokasi sumber air berada di bawah bukit sekitar 15 menit untuk mencapai lokasi sumber air. Berdasarkan hasil eksplorasi yang peserta lakukan adalah benar bahwa Gua Penihi memiliki ciri-ciri gua hunian pada jaman purbakala.
Gambar 6. Kondisi mulut Gua Penihi
Hasil Analisis Temuan
Dalam penelusuran Gua Penihi peserta memilah-milih batu yang dijadikan sampel untuk diamati lebih lanjut karena keterbatasan peserta terhadap keilmuan arkeologi sehingga sampel di bawa ke Denpasar yang kemudiaan dianalisis bersama Rochtri Agung Bawono (WD-9414540) selaku dosen di Program Studi Arkeologi Universitas Udayana. Dari beberapa sampel yang dibawa peserta, terdapat dua batu yang diduga sebagal material (bahan) alat batu. Berdasarkan hasil analisis, bahan batu tersebut berasal dari batu vulkanik yang diduga dibawa dari sungai di luar kawasan karst. Dikarenakan tidak ditemukan adanya pangkasan pada batu tersebut, sehingga diperkirakan batu tersebut belum dimanfaatkan. Gambar batu dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 7. Batu yang yang diduga sebagai peninggalan purba ditemukan oleh tim di Gua Penihi.
***