Isu-isu mengenai pelecehan nilai budaya dan religi di Bali telah ada sejak lama, namun hal tersebut baru marak diperbincangkan sejak bermunculannya kasus-kasus yang dianggap menjadi tamparan keras bagi masyakat Bali. Mulai dari kasus pelecehan tempat suci yang dilakukan oleh wisatawan asing hingga degradasi nilai budaya yang dilakukan oleh masyarakat Bali sendiri. Hal ini dinilai terjadi karena maraknya komersialisasi yang dilakukan terhadap nilai-nilai sakral yang ada di Bali. Berangkat dari kondisi tersebut, FPMHD-Unud menyelenggarakan Diskusi Akhir Tahun yang mengangkat tema “Komersialisasi Kesakralan Bali”.
Diskusi Akhir Tahun dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2019 bertempat di Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Diskusi ini menghadirkan tiga orang pembicara yaitu Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda; Dr. Anak Agung Istri Ari Atu Dewi, SH., MH.; serta Dr. I Nyoman Alit Putrawan, S.Ag., M.Fil.H. Diskusi ini juga turut mengundang berbagai instansi baik dari instansi mahasiswa hingga umum.
Diskusi Akhir Tahun diawali dengan penyampaian materi dari ketiga pembicara yang akan menjadi pembuka diskusi. Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda menyampaikan mengenai pentingnya pemahaman terkait dengan makna dari kesakralan itu sendiri. Beliau menyampaikan bahwa suatu hal yang dapat dikatakan sakral bila melalui proses konstruksi yang suci atau sakral. Ibu Anak Agung Istri Ari menyampaikan bahwa regulasi-regulasi terkait perlindungan nilai-nilai sakral di Bali sebenarnya telah ada namun masih kurang dari aspek implementasinya. Sedangkan Bapak Alit Putrawan menyampaikan beberapa hal yang dapat dilakukan guna menghindari nihilisasi nilai sakral ini seperti pengembalian spririt Bali berupa konsep Tri Hita Karana dan Sad Kertih.
Setelah penyampaian materi oleh ketiga pembicara, peserta Diskusi Akhir Tahun berkesempatan mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pandangannya terkait dengan topik yang dibahas dalam diskusi. Diskusi ini berakhir pada kesimpulan mengenai pentingnya kesadaran dari tiap individu dalam menjaga nilai-nilai sakral dari budaya dan agama. Pemahaman tidak hanya untuk masyarakat Hindu Bali saja tetapi juga para pelaku industri khususnya pariwisata. Selain itu, penegasan terkait regulasi juga harus dilakukan guna mencegah terulangnya kasus-kasus serupa. Kegiatan ini diakhiri dengan sesi foto bersama.