Bangkai Kapal yang Memberi Penghidupan
Perjalanan memberikan banyak cerita, di samping cerita perjalanan yang dialami secara subjektif si pejalan, kisah di destinasi merupakan sesuatu yang menarik dan inspiratif untuk diceritakan. Alih-alih bercerita tentang perjalanan saya secara subjektif saya ingin bercerita tentang destinasi yang saya tuju, tentang sebuah bangkai kapal yang memberi penghidupan.
11 Januari 1942, Ketika sedang melewati Selat Lombok, kapal USAT (United States Army Transport) Liberty ditembak oleh kapal selam Jepang. Kapal dengan cepat terisi air. USAT Liberty pun diarahkan untuk berlabuh ke Pelabuhan Singaraja, tetapi kandas di Pantai Tulamben. Kapal yang sudah rusak itu pun dipotong-potong. Namun, erupsi Gunung Agung pada tahun 1963 mengaramkan kapal ini ke dasar laut, sejauh ±30 meter dari pantai. Hampir 60 tahun setelahnya, bangkai kapal ini kemudian menjadi salah satu titik penyelaman yang menjadi tujuan utama dari penyelam di seluruh Indonesia bahkan dunia. Letaknya yang berada pada kedalaman sekitar 3 m sampai 29 m juga membuat bangkai kapal ini menjadi salah satu tujuan wisata snorkeling bagi wisatawan.
USAT Liberty
Sumber : Wikipedia
Selama satu minggu tinggal di Tulamben untuk menyelesaikan rangkaian kegiatan pelatihan tingkat lanjut divisi diving Mapala “Wanaprastha Dharma” Universitas Udayana saya menyaksikan bagaimana bangkai kapal ini memberi penghidupan bagi warga Desa Tulamben. Bangkai atau rongsokan barang bekas mungkin terkesan tidak berguna dan hanya menjadi sampah. Namun, bangkai kapal USAT Liberty yang karam di Tulamben ini punya cerita lain. Badan kapal yag terbuat dari besi ini setelah selama ±60 tahun karam di dasar laut berubah menjadi habitat karang, anemon, ikan karang dan berbagai hewan laut lainnya. Inilah yang membuat mengapa pada tahun 2014 ada 77.842 wisatawan yang berkunjung ke Tulamben.
Istri Pak Mangku yang rumahnya kami inapi bersama dengan ibu-ibu lain sedari pagi telah sibuk di pinggir pantai setelah membereskan perkerjaan rumah. Ibu-ibu ini menjadi porter bagi para penyelam. Setiap penyelam yang akan menyelam akan membayar Rp 20.000,00 untuk para porter. Ini merupakan berkah tersendiri bagi para ibu-ibu karena bisa membantu keuangan rumah tangga mereka. Selain istri Pak Mangku, Bli Made (ipar Pak Mangku) juga setiap pagi selalu siap siaga menjadi asisten instruktur saya dan teman-teman. Bli Made dan pemuda-pemuda lokal juga tergabung dalam perhimpunan dive guide yang beranggotakan penyelam-penyelam lokal dari Desa Tulamben. Istri Pak Mangku dan Bli Made mungkin hanya dua dari sekian banyak warga Desa Tulamben yang mendapatkan berkah dari bangkai kapal USAT Liberty. Masih ada banyak warga lain yang bekerja di dive center, restoran, penginapan dan fasilitas pariwisata lainnya. Ada juga warga yang ,mendapatkan keuntungan secara tidak langsung dari aktivitas pariwisata dengan membuka warung sembako misalnya. Selain itu desa adat juga mendapatkan keuntungan dari biaya masuk yang dikenakan untuk setiap penyelam yang akan menyelam di sana. setiap penyelam dikenakan biaya sebesar Rp 20.000,00, bayangkan pemasukan yang akan didapat jika musim liburan sedang berada di masa high season.
Oleh: Andriano Filemon Adja (WD-1735731)
Foto 1 : salah satu bagian bangkai kapal USAT Liberty
Foto 2 : Ibu-ibu yang bertugas sebagai porter sedang mengangkut tabung udara
Sumber : dokumentasi penulis