Sejak ditetapkannya perkuliahan daring, berbagai persoalan muncul. Gelombang protes pun datang dari beberapa masiswa Unud yang tergabung dalam Komunitas Aspirasi Mahasiswa Udayana (KAMU), salah satunya, menuntut kampus memperhatikan fasilitas penunjang kuliah daring. Disiarkan oleh DPM PM, Unud merespon dengan subsidi kuota, namun sejak tanggal aktivasinya (16/4), subsidi kuota belum didapatkan mahasiswa karena sejumlah kendala.

Perkuliahan yang kurang efektif tergambarkan dalam suasana perkuliahan online program studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Udayana pada Jumat (17/4). Dalam salah satu mata kuliah yang menggunakan via Webex dimulai pukul 08.30 WITA hingga 10.15 WITA, selama berlangsung, beberapa mahasiswa nampak keluar dari kelas online, dan kemudian masuk kembali. “Tadi aku sempat keluar itu karena kuotaku tiba-tiba habis, hampir 2GB,” jelas Ni Made Dwi Agustina saat diwawancarai via Whatsapp. Ia pun kemudian meminta izin dan membeli kuota untuk kembali mengikuti perkuliahan daring. Sebelumnya, ia sendiri sudah mendaftar untuk subsidi kuota internet Telkomsel pada periode pendaftaran 10-14 April, namun berdasarkan pengakuannya, ia belum mendapatkan kuota tersebut.

Kuliah Daring – penerapan sistem perkuliahan di tengah pandemi Covid-19

Meski demikian, untung saja para tenaga pendidik di Unud memaklumi kondisi mahasiswa yang serupa dengan Dwi, setidaknya begitulah yang dirasakan Cokorda Agung Dharmasantika. “Memaklumi jika ada mahasiswanya yang terhambat kuliah online, memberi toleransi, kadang juga ada yang menanyakan kita mau pilih kuliah via apa, apakah Webex, atau Whatsapp Group dan sebagainya,” ujar mahasiswa yang juga sekelas dengan Dwi ini. Di sisi lain, ia berkelumit, “tapi terkadang ada beberapa dosen yang seenaknya menentukan jadwal perkuliahan daring ini, jadi tidak sesuai jadwal dan kadang bertabrakan, saran saya, mungkin lebih dikoordinasi saja,” tuturnya saat diwawancarai melalui aplikasi chatting Line.

Persoalan yang dialami Dwi maupun Dharma, mencuat tatkala terbitnya Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) di Perguruan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, salah satunya tentang penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh. Kebijakan ini diharapkan dapat berkontribusi pada pemutusan rantai penyebaran virus corona yang selaras dengan penerapan physical distancing. 

Komunitas Aspirasi Mahasiswa Udayana (KAMU) dan Polemik Tak Sesuai Prosedur 

Faktual, persoalan perkuliahan daring itu utamanya dirasakan mahasiswa yang ekonomi keluarganya terdampak. “Kondisi kawan-kawan di Universitas Udayana yang kami ketahui berkaitan dengan perkuliahan kami di tengah pandemi ini tidak semua sama, sebab perbedaan latar belakang kelas ekonomi kami yang berbeda-beda, namun mayoritas dari kami semua mengeluhkan tentang kondisi perekonomian mereka dikarenakan resesi yg terjadi,” ujar Umar Wira Hadi Kusuma, selaku humas KAMU saat diwawancarai via Whatsapp. Lebih lanjut, ia memaparkan, kondisi yang paling kontras justru terletak pada urusan kuota, sebab perlu merogoh kocek yang cukup besar, yakni sekitar Rp100.000 hingga Rp200.000. Berdasarkan dari situasi tersebut, menjadi awal bagi beberapa mahasiswa dari 13 fakultas di Unud (baik non-organisasi, komunitas-komunitas, maupun organisasi intra-ekstra -red) untuk menginisiasi adanya penadah aspirasi sebab memandang lemahnya respons lembaga wadah aspirasi yang ada. Mereka kemudian bergabung dalam KAMU. 

Pada Jumat, 3 April 2020 mereka pun melakukan konsolidasi daring dengan mendulang jumlah peserta sebanyak 257 mahasiswa dari berbagai fakultas dan perwakilan delegasi resmi dari beberapa organisasi yang ada di Universitas Udayana. Keputusan dari rapat konsolidasi ini adalah menyepakati draft kajian, bentuk kampanye. “Rapat terbagi menjadi dua tempat, Grup Line dan Grup WA, sehingga menciptakan kondisi yang tidak kondusif, bahkan alot. Sebagian hanya melihat, sebagian berdebat kusir,” aku Umar. 

Setelah menemukan kata mufakat, akhirnya para mahasiswa yang terkonsolidasi dalam KAMU menyepakati 6 tuntutan, yang diringkas sebagai berikut; (1) Menuntut kampus untuk membiayai kuota internet mahasiswa yang digunakan untuk kuliah secara online, (2) Mengembalikan UKT mahasiswa seadil-adilnya (50% dari total UKT yang dibayarkan), karena mahasiswa tidak menggunakan fasilitas kampus secara penuh di semester ini dan/atau mengurangi pembiayaan UKT mahasiswa di semester selanjutnya untuk meringankan beban mahasiswa di tengah perlambatan ekonomi (resesi) yang terjadi di Indonesia, (3) Memastikan keberlangsungan kuliah online berjalan dengan layak dan efektif dengan menerbitkan Standar Operasional Prosedur (SOP), (4) Berikan jaminan kesehatan bagi seluruh warga Perguruan Tinggi, (5) Menolak segala bentuk komersialisasi pendidikan, (6) Menjamin terpenuhinya layanan kesejahteraan bagi mahasiswa. Dalam hasil kajian KAMU, tuntutan ini dilandasi Surat Edaran Mendikbud No. 302/E.E2/KR2020 per 31 Maret 2020 dan Statuta Unud, khususnya pada Pasal 79. 

Setelah kajian disebar, mereka melakukan kampanye secara online di berbagai platform sosial media. Tuntutan KAMU ternyata memantik respon berbagai pihak, termasuk mahasiswa Unud lainnya. “Responsnya berbeda-beda, ada yang menganggap tuntutan ini terlalu utopis, ada juga yg menganggap itu absah karena telah didasari kajian yg berbasis data dan dasar hukum yg jelas,” ujar Umar. Sayangnya, metode kampanye yang digunakan KAMU dianggap tidak sesuai prosedur. Bahkan, Umar mengaku kampus melakukan intervensi dengan menelepon beberapa organisasi intra yang menyatakan berpihak secara kelembagaan. “Karena bergabung dalam komunitas yang katanya bukan di bawah Unud,” ungkapnya. Ia kemudian mengatakan, keberadaan KAMU merupakan bentuk kebebasan menyatakan pendapat dan dapat dipertanggungjawabkan. 

DPM PM Sarankan Penyampaian Aspirasi melalui Lembaga Kemahasiswaan 

Adapun Dewan Perwakilan Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa (DPM PM) Universitas Udayana mengapresiasi adanya KAMU. “Namun, alangkah baiknya mereka meyampaikan aspirasinya melalui organisasi kemahasiswaan seperti DPM dan BEM fakultas dan universitas, karena pada awal adanya komunitas ini, kami (DPM -red) baik yang di Universitas maupun Fakultas tidak mengetahuinya,” papar Devi Semara selaku ketua DPM PM saat diwawancara via Line. Bagi Devi, persoalan ini merupakan hal penting selagi masih ada lembaga perwakilan mahasiswa. Sebab, “ketika mereka membuat sebuah komunitas dan memberikan tuntutan langsung kepada rektorat atas nama komunitasnya sendiri, kami tidak bisa ikut campur di dalamnya,” tambahnya. 

Lebih lanjut, diakuinya, DPM PM sedang dalam upaya mengkaji dan mengumpulkan data mahasiswa terdampak, juga senantiasa berkoordinasi dengan Rektorat dan BEM PM Unud. Sebelumnya, DPM PM sudah mengupayakan koordinasi langsung dengan beberapa pihak di Rektorat. “Aspirasi diterima oleh Kepala Biro Kemahasiswaan dan Kepala Biro Akademik, Perencanaan dan Hubungan Masyarakat yang kemudian diserahkan ke Wakil Rektor III, dan kemudian dibahas dalam Rapat Pimpinan. Dimana sudah keluar juga Surat Tanggapan dari Rektorat yang menjawab aspirasi-aspirasi tersebut,” ujarnya. 

Rektorat meresponsnya dengan tiga rencana rektor yang akan dikaji dan dibahas saat Rapat Pimpinan, yakni: (1) melakukan refokusing kegiatan dan realokasi anggaran, (2) subsidi kuota internet utk seluruh mahasiswa, (3) membuat posko bantuan utk mahasiswa. Selain itu, menerbitkan pula tanggapan aspirasi mahasiswa yang disebar melalui kanal DPM PM. Namun, menurut Devi, hasil tersebut masih menimbulkan ketidakpuasan beberapa mahasiswa, terutama terkait UKT dan kepastian skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir, juga permasalahan subsidi kuota yang mengalami kendala teknis. 

Di situasi ini pun, beberapa kesulitan dihadapi DPM PM dalam mengadvokasi aspirasi mahasiswa Unud. “Alur birokrasi dalam menyampaikan aspirasi dari mahasiswa ke rektorat itu memakan waktu. Ketika ada tanggapan atau aspirasi, mesti kita bicarakan dengan para dewan baru kemudian disampaikan lagi ke rektorat, rektorat pun begitu,” ujar Devi. Oleh karena itu, tak pelak, penyampaian aspirasi perlu menunggu waktu untuk ditanggpi. “Jika saja bisa melakukan semacam rapat langsung dengan rektorat mungkin itu akan mendapatkan sebuah solusi yg dapat setidaknya memenuhi harapan bersama.” Harapnya. 


Penulis : Galuh Sriwedari, Manick Nessa

Penyunting : Jung Via