Organisasi merupakan sebuah wadah yang kompleks untuk setiap anggotanya dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Jalannya roda kepengurusan dalam organisasi melibatkan peran aktif anggota untuk mempertahankan keberlangsungan dari sebuah organisasi. Hampir setiap organisasi selalu melakukan pembaharuan dalam struktur kepengurusan agar organisasinya tetap terdengar gaungnya. Periode demi periode kepengurusan selalu membawa sebuah harapan baru untuk kemajuan yang lebih baik dari periode sebelumnya. Lantas, apa yang sebenarnya menjadi kendala dalam setiap organisasi untuk terus berkembang? Mungkin sebuah pertanyaan yang cukup sederhana, tapi dapat menimbulkan banyak pendapat dan argumen yang berbeda. Masalah klasik yang sering timbul dan menjadi kekhawatiran dalam setiap organisasi pada umumnya adalah masalah regenerasi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa tanpa adanya regenerasi, maka bisa dipastikan organisasi tersebut hanya mampu bertahan dalam satu generasi saja. 
    Berangkat dari permasalahan tersebut, untuk mampu beregenerasi dan mengembangkan jiwa kepemimpinan insan muda Hindu Universitas Udayana, Jumat-Minggu (12-14/19) Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma  Universitas Udayana (FPMHD-Unud) menggelar Diklat Manajemen Organisasi (DMO) VIII. Bertempat di Bumi Perkemahan Pramuka Margarana, Jl. Tunjuk Marga No. 28 Tabanan, DMO VIII diikuti oleh 20 orang peserta. “kualitas lebih baik daripada kuantitas” menjadi cerminan pelaksanaan kegiatan tersebut. DMO VIII merupakan salah satu sarana untuk membekali dan memberikan stimulus kepada kader-kader muda FPMHD-Unud. Bertemakan “Ksatrya Satya Wacana Widya Bhakti” diharapkan DMO VIII mampu melahirkan pemimpin yang ksatria, setia pada ucapan dan berbakti kepada ilmu pengetahuan. 
    DMO VIII dikemas dengan konsep pendidikan dan pelatihan yang masing-masing memiliki makna berbeda namun memiliki tujuan yang sama yakni untuk meningkatkan kompetensi seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Tanpa meninggalkan unsur budaya, pementasan drama yang merupakan salah satu agenda menjadi sarana menguatan kebudayaan di era 4.0. disampaikan oleh bli Eka Sura begitu sapaan akrabnya, kegiata-kegiatan yang dilaksanakan selain untuk melahirkan pemimpin juga harus mampu membangunkan kembali nafas budaya maupun kearifan local yang sudah mulai pudar keberadaannya di dalam masyarakat.